Taufik Tumbelaka. |
INDIMANADO.COM,
SULUT – Taufik Tumbelaka menulis catatan untuk pembangunan di Sulawesi Utara.
Anak Gubernur pertama Sulawesi Utara,
Frits Johannes Tumbelaka ini member judul “Belajar Dari Politik Pembangunan Ala
Rezim Soeharto.”
Soeharto
atau biasa di sapa Pak Harto sebagai Presiden Republik Indonesia melakukan 2
kebijakan utama dalam masa pemerintahannya, yaitu diawal-awal rezim berkuasa
melakukan konsolidasi sosial dan politik dalam upaya memperoleh kestabilan
Nasional dibidang keamanan dan dilanjutkan dengan kebijakan Pembangunan
Nasional dengan berbasis pertumbuhan ekonomi terkonsentrasi.
Pada saat
diawal kebijakan Politik Pembangunan Rezim Soeharto mulai dijalankan, sejumlah
akademisi dengan pentolannya Profesor Mubyarto, seorang Guru Besar dari
Universitas Gadjah Mada – UGM, Jogyakarta, menunjukan sikap ketidaksetujuannya.
Dalilnya adalah akan terjadi kesenjangan sosial, ekonomi dan pembangunan. Prof.
Mubyarto lebih setuju jika konsep besar Politik Pembangunan berdasarkan Pemerataan
atau Pembangunan Ekonomi Kerakyatan.
Waktu
berjalan dan sejarah mencatat, Pak Harto dan rezim mengabaikan alur berfikir
Sang Profesor tersebut.
Beberapa
dekade kemudian hasil Politik Pembanganan ala Rezim Soeharto mulai terasa, DKI
Jakarta khususnya dan Pulau Jawa pada umumnya menjadi ‘penuh sesak’ dengan
berbagai program pembanguan yang mentereng. Dampak sosial ekonomi dan juga
dampak sosial politik bagi Indonesia akhirnya tergambar, tampak jelas
kesenjangan bukan hanya Jakarta- luar Jakarta tapi juga Jawa – luar Jawa.
Akibat lain juga muncul kesenjangan kesejahteraan antara yang Si Kaya dan yang
disebut (maaf) si M alias si Miskin terpisah dengan “jurang besar dan dalam”.
Sulawesi
Utara di era OD-SK (Olly Dondokambey-Steven Kandouw), nampak ada sejumlah upaya
menggenjot pembangunan dilakukan, seperti percepatan Jalan Bebas Hambatan
Manado – Minut – Bitung dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung, juga ada
pembanguan Bendungan Kuwil-Kawangkoan di Kalawat, Minahasa Utara (Minut).
Selain ini konon akan ada lagi rencana KEK Pariwisata dengan pusat di pesisir
Likupang – Minut dan terakhir ada rencana pembanguan Bandar Udara Internasional
di Pulau Lembeh – Kota Bitung plus tentunya pembangunan jembatan Bitung – Pulau
Lembeh. Di luar itu tentu masih ada lagi sejumlah rencana besar, seperti yang
telah tersiar kabar.
Jika
diperhatikan nampaknya akan ada fokus sejumlah mega proyek di wilayah Sulawesi
Utara di satu zona kawasan, yaitu Manado, Minut dan Bitung. Ini menjadi menarik
karena tentu sudah ada kajian dari Pemerintah Provinsi Sulut. Namun dengan
adanya rencana besar ini tentu akan muncul pertanyaan bagaimana dengan daerah
lain seperti Minahasa Selatan (Minsel), Minahasa Tenggara (Mitra) dan juga
wilayah zona Bolaang Mongondow (Bolmong) Raya serta Zona Nusa Utara?
Tentu perlu
penjelasan khusus dari Pemprov Sulut secara gamblang terkait kebijakan
pembangunan daerah yang diambil karena ini menyangkut Politik Pembangunan yang
akan dilakukan dan apa yang akan dilakukan saat ini akan berdampak luas di mana
hal ini akan dirasakan sekitar 2 dekade kedepan di mana OD-SK sudah tidak
menjadi Pemimpin di Sulut.
Jika kita
mau belajar apa akibat dari kebijakan Politik Pembangunan ala Rezim Soeharto,
seyogyanya kita dapat jeli melihat bagaimana Presiden Joko Widodo “terpaksa”
harus mati-matian membangun dengan biaya konon sangat besar di banyak wilayah
seperti di Papua, perbatasan Kalimantan dan pembangunan sejumlah mega proyek
dihampir seluruh pelosok Indonesia sebagai upaya mewujudkan Politik Pembangunan
yang merata guna menutup ‘dosa besar’ Rezim Soeharto yang dianggap ceroboh
dalam menetapkan strategi Politik Pembangunan.
Semoga hal
ini dapat dicerna oleh para pemikir di Sulut yang membantu OD-SK dalam
menentukan pengambilan kebijakan Politik Pembangunan agar tidak terjebak pola
kebijakan ala Rezim Soeharto.
Belum
terlambat untuk mengevaluasi demi pemerataan pembangunan di Sulawesi Utara. (*)