Foto Alfa Langkai/indimanado.com |
Lewat dialog pimpinan dan anggota komite DPD RI, Kementrian LHK, Kementrian ATR/BPN RI, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Pemerintah Manado, dan masyarakat, Rabu (29/6/2022), mereka juga menyampaikan penolakan ini.
Menurut warga, penetapan Pulau Bunaken sebagai hutan lindung membuat mereka kesulitan mendapatkan sertifikat hak tanah yang sudah diwariskan turun temurun, serta terancam kehilangan mata pencaharian.
Salah satu perwakilan masyarakat Decky Domits menyebutkan keputusan Kementrian tersebut membuat masyarakat resah dan bahkan akan menyusahkan mereka mendapatkan sertifikat tanah.
Sementara tanah yang ada di Pulau Bunaken adalah tanah yang sudah menjadi warisan turun temurun, tapi dengan ada penetapan hutan lindung ini membuat masyarakat menderita.
Terkait masalah tersebut Wakil Ketua DPRD Kota Manado, Adrey Laikun bersedia memfasilitasi atau membantu masyarakat untuk memilih kebijakan mana yang akan diambil.
“Saya akan memfasilitasi ini agar bisa mendapatkan kesimpulan dan kesepakatan bersama dari orang-orang pulau di sini,” ujarnya.
“Nanti kita akan duduk bersama. Saya akan coba mediasi supaya masyarakat Bunaken punya sikap dan keputusan yang lahir dari hati dan keinginan masyarakat Bunaken,” sambung Adrey Laikun.
Sementara Direktur Perencanaan Kawasan Konversi di Kementerian LHK, Ahmad Munawir menjelaskan, Pulau Bunaken sebenarnya masuk kategori kawasan hutan. Selain itu, ia juga memberikan beberapa solusi yang bisa ditempuh masyarakat selain usaha membatalkan SK 734 tahun 2014 agar tidak ada lagi kawasan hutan di Pulau Bunaken dengan berbagai pertimbangan.
“Ada empat cara atau kebijakan yang bisa ditempuh. Pertama; ada yang namanya zonasi. Jadi masyarakat yang sudah punya pemukiman, kebun atau kuburan dan lain-lain, semua itu bisa diakomodir dalam pembagian zona yang disepakati masyarakat (kategorinya), ini berdasarkan peraturan nomor 76 tahun 2015 tentang zonasi. Kedua; kerja sama pengelolaan, jika sudah ada bangunan di kawasan hutan ini melalui UU Cipta Kerja nomor 11 tahun 2021 bisa diamankan dengan kerja sama bersama pemerintah."
Kebijakan ketiga adalah kemitraan konservasi dimana masyarakat yang sudah menggarap di atas lahan yang sudah diakui negara sebagai kawasan hutan bisa diakomodir melalui kemitraan konservasi. Keempat yaitu pengalihan dari hutan konservasi ke hutan produksi terbatas.
“Yang terakhir ini yang paling diinginkan masyarakat yakni melalui peraturan nomor 7 tahun 2021 yakni perubahan peruntukan, jadi semua wilayah (Pulau Bunaken) dirubah dari hutan jadi bukan hutan, itu melalui revisi tata ruang lewat keputusan tim terpadu,” ujarnya
Untuk itu, kata dia, masa depan Pulau Bunaken yang baik menurut masyarakat berada di tangan masyarakat itu sendiri untuk memilih kebijakan mana yang diambil.
“Ini pilihan atau solusi-solusi yang ditawarkan negara agar masyarakat tidak dirugikan, supaya masyarakat bisa lebih sejahtera. Yang pasti jika Pulau Bunaken ini sudah tidak lagi wilayah hutan, masyarakat harus bertanggung jawab menjaga kelestarian alamnya,” tutupnya.
Stefanus B.A.N Liow selaku DPD RI Komite membidangi sumber daya alam dan ekonomi berharap keputusan kementrian yang menetapkan tentang kawasan hutan konservasi perairan Sulawesi Utara didalamnya konservasi ini supaya dari zona ungu dijadikan zona putih, supaya masyarakat punya kepastian.
"Tadikan sudah berkembang upaya-upaya yang harus dilakukan. Jadi ini masyarakat yang menentukan sendiri opsi mana yang mau diambil, mereka yang menentukan pilihan. Sebagai wakil daerah, kami sudah berupaya untuk menjembatani, karena itu memang tugas kami sebagai wakil daerah atau mengadvokasi," pungkas Liow. (alfa Langkai)