Dengan viralnya dugaan transaksional Timsel KPU di beberapa Kabupaten Kota di Sulawesi Utara.
Alfian Polla Daini. Foto untuk indimanado.com |
Penyelenggara Pemilu harus menjadi steril, jangan terkooptasi kepentingan politik jika ingin proses seleksinya benar berintegritas. Muara dan hulu dari penyelenggara Pemilu adalah Tim Seleksi atau Timsel.
Yakinlah, jika Timsel sudah cawe-cawe. Sudah terkontaminasi politik, bermain transaksional, sudah pasti membuat tidak objektif dalam tahapan penilaian peserta seleksi. Independensinya terkikis, tercemar limbah.
Bahkan menjadi terlucuti. Timsel tidak independen lagi. Maka otomatis kerja-kerja yang dihasilkan Timsel yaitu para aktor penyelenggara Pemilu yang berintegritas dan Independen tak ditemukan. Sehingga akan melahirkan badut-badut penyelenggara yang hanya melakukan balas budi, kompromi, dan lahirnya komisioner badut.
"Mereka akan menjadi robot atau budak yang dikontrol oknum-oknum yang menjadikannya penyelenggara Pemilu."
Hal ini tentunya tidak bisa terjadi di daerah kita Provinsi Sulawesi Utara.
Implikasi buruknya demokrasi menjadi terkanalisasi. Hasil Pemilu menjadi rawan manipulasi, rekayasa, dan mobilisasi suara dengan mudah dilakukan.
"Proses demokrasi rakyat dimigrasikan. Lambat laun demokrasi mati."
Harusnya perekrutan Timsel semestinya dibersihkan, dibebaskan dari para penjahat demokrasi yang menggadaikan idealismenya demi uang dan jabatan. Karena kerja Timsel buruk, penuh resistensi munculnya amplifikasi.
KPU RI harus segera mengambil sikap. Selamatkan demokrasi dari proses transaksional yang akut ini. Tak boleh demokrasi dikonstruksi melalui cara-cara konspiratif. Yang pada akhirnya menihilkan kepentingan rakyat.
Merusak demokrasi yang kerap kita bangga-banggakan ini. Bila Timsel terseret cawe-cawe, dampaknya akan terseleksi para penyelenggara Pemilu yang amoral. Mereka yang tanpa malu menjadikan suara rakyat nantinya sebagai alat konsesi politik.
Ketika Timsel rusak, penuh sampah, maka penyelenggara Pemilu yang dihasilkan juga akan penuh sampah. Otak dan kerja-kerjanya akan kotor. Tidak menjadi steril, tidak berbasis pada suara mayoritas rakyat. Sudah pasti tidak JURDIL. Langsung umum bebas rahasia, sekadar menjadi tagline semata.
Perilaku culas tersebut melemahkan legitimasi penyelenggara Pemilu. Kepercayaan publik pada Timsel dan KPU/Bawaslu menjadi menurun. Polarisasi di tengah rakyat juga akan tercipta dengan ketimpangan penerapan aturan yang serampangan seperti ini.
Kondisi ini memaksa, partisipasi masyarakat dalam mengawasi pemilu/pemilihan yang Luber Jurdil Transparan berkualitas berintegritas dan Legitimate.
Alfian Polla Daini.
Aktivis Sulut