KPU Bitung Evaluasi Rekam Data Pemilih Pilkada 2024 KPU Bitung Evaluasi Rekam Data Pemilih Pilkada 2024 - Media Independen

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

KPU Bitung Evaluasi Rekam Data Pemilih Pilkada 2024

22 January 2025 | 13:17 WIB Last Updated 2025-01-22T05:17:15Z

Bitung, Indimanado.com - KPU Kota Bitung menggelar evaluasi terhadap rekam data pemilih dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Bitung tahun 2024.

Evaluasi yang digelar dalam bentuk rapat diskusi ini dilakukan setelah KPU Bitung melewai tahapan-tahapan kerja krusial hingga ditetapkannya Walikota dan Wakil Walikota Terpilih Kota Bitung periode 2025-2030 pada 9 Januari 2025 lalu.

Kegiatan yang dibuka oleh Ketua KPU Kota Bitung Deslie D Sumampouw yang hadir lengkap bersama Komisioner Anggota KPU Kota Bitung, Franky Takasihaeng, Wiwinda Hamisi, Muhajir La DJanudin dan Yunoy S Rawung, beserta Sekretaris Paula Tuturoong ini menghadirkan beberapa narasumber yang menyampaikan hasil evaluasi pendataan pilkada yang menjadi pembahasan bersama dalam forum yang dihadiri para PPK dan PPS se Kota Bitung di Luwansa Hotel Manado, Selasa (21/1/2025)

Dalam forum diskusi siang itu, Kabid Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Dinas Dukcapil  Kota Bitung, Christian Wurangian S.STP MAP, memaparkan hasil kroscek data terhadap temuan 654 indikasi DPT Pemilih Ganda dan 7.082 indikasi DPT belum merekam dari jumlah 159.007 DPT pada Pilkada Kota Bitung tahun 2024.

Dari hasil pengecekan detail atas hasil koordinasi dengan Ditjen Dukcapil, Wurangian menyampaikan bahwa dari 654 indikasi data ganda tersebut, terdapat 19 data yang terkonfirmasi ganda, dengan 197 data yang belum merekam dan 438 yang tunggal.

"Dukcapil itu menyatakan itu ganda jika dia melakukan perekaman dan terbaca 'duplicate', baik dari alis mata maupun sidik jari. Kalau dia melakukan perekaman KTP EL, torang tidak bisa memutuskan dia itu orang sama, biar depe nama sama. Jadi dari data 654, ganda itu ada 19, yang belum merekam itu ada 197 dan tunggal," kata Wurangian.

"Tunggal ini maksudnya ini Single, hanya satu, walaupun nama sama tapi NIK-nya beda-beda. Jadi satu orang satu NIK, ada 438 orang. Jadi ada yang sama nama,  beda NIK, beda juga isi biometrik," jelasnya.

Sementara itu narasumber berikutnya, Suardi Hamzah menyoroti hak publik sebagai bagian dari para pemilih, terkait dengan pentingnya mempublikasikan data pemilih ganda atau yang belum merekam agar dapat diakses oleh umum.

"Kenapa soal pemilih ganda tidak diumumkan misalnya hanya dilakukan oleh Pantarlih hingga tingkatan di atasnya? Kenapa yang belum memiliki KTP sekian orang, tidak di publis, siapa tahu ada masyarakat bisa melakukan pendampingan," ucap Pengamatan yang sudah berkecimpung didunia Kepemiluan sejak tahun 1999 itu.

"Ini yang penting sekali saya pikir, ketika sistem yang sudah terintegrasi kependudukan di dukcapil kemudian dilakukan sinkronisasi bersama stakeholder Pemilu lain dan KPU dan penyelenggara pemilihan yang juga melakukan kegiatan lanjutan dan sebagainya, berdasarkan pemetaan TPS yang sudah dilakukan, setelah dilakukan sinkronisasi ini juga perlu mendapatkan perhatian daripada masyarakat, karena dia ada hak untuk mengakses ke situ," ujarnya.

Hal ini diungkapkan Suardi agar masyarakat juga mendapat kesempatan untuk bisa mengevaluasi serta memberikan masukan serta rekomendasi terhadap sistem pendataan pemilih atau sistem pemilu dalam cakupan yang lebih luas.

"Kita bisa melakukan kajian yang lebih dalam lagi soal misalnya data pemilih yang bersangkutan ada juga hak yang lebih utama lagi yang melekat kepada pemilik itu adalah hak untuk men-judge bahwa sistem pendataan pemilih ini sudah baik bahwa sistem pemilih ini perlu ditingkatkan, maka masyarakat pemilih bisa merekomendasi terhadap perbaikan-perbaikan sistem pendataan pemilih atau sistem pemilu secara keseluruhan," terangnya.

"Karena Pemilu kali ini itu berbasis secara de jure berbasis KTP elektronik tadi sistem yang sudah terintegrasi tidak ada double di situ, datanya akurat, sehingga akan bisa menghasilkan pemilu yang yang senantiasa melindungi hak-hak rakyat sebagai subjek utama dalam pemilihan," imbuhnya.

"Penyelenggaraan yang bisa menjaga melindungi hak-hak politik rakyat dan kedaulatan rakyat ini harus diberikan kepada masyarakat, yang selama ini kan kita hanya mendengar bahwa DPT, sekian banyak persentase perempuan dan sebagainya bahkan ada segmentasi ada yang yang milenial ada yang sebagainya, ada yang manula dan sebagainya, tapi tidak dalam proses ini,bberapa yang double (ganda), berapa yang diperbaiki dan sebagainya, sehingga kita bisa berakses di situ bisa memberikan masukan kepada pemilihan," tandasnya.

Sehingga dengan demikian, menurut Suardi, masyarakat juga dapat menilai sejauh apa jaminan perlindungan terhadap data hak politik rakyat atas proses demokrasi dalam pemilihan ini telah berjalan.

"Yang terakhir tadi bisa men-judge menilai bahwa penyelenggaraan Pemilu itu bukan sebatas partisipasi yang datang ke TPS dengan fasilitas tertentu, tetapi karena proses. kalau anak-anak muda sekarang biasa bilang, proses tidak menghianati hasil, karena prosesnya terjaga di situ, ada jaminan perlindungan terhadap politik rakyat dan kedaulatannya," ucap Suardi. (Ridho)
CLOSE ADS
CLOSE ADS
close